Ketika Umat Islam Dibantai Syi’ah
Ketika
Ummat Islam di Suriah dibantai rezim Syi’ah, dan ketika Ummat Islam di
Iran dibantai dan mengalami perlakuan diskriminatif oleh para penguasa
Syi’ah, saat itu pula di Indonesia misionaris Syi’ah leluasa menjajakan
paham sesatnya di radio, surat kabar, televisi, hingga ke perguruan
tinggi Islam seperti UIN dan IAIN.
Kalangan Syi’ah itu tidak perlu menunggu
jadi mayoritas lebih dulu untuk menjadi penguasa di suatu kawasan,
karena dalam posisi sebagai minoritas pun mereka bisa merebut kekuasaan
dari tangan kaum Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Salah satu
sebabnya,
mereka ditopang kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi Islam.
Itulah sebabnya, meski di Indonesia
penduduk berpaham Syi’ah merupakan minoritas, namun mereka terlihat
berani, tidak lagi malu-malu dan tidak lagi berta’qiyah. Kasus Sampang
yang terjadi pada 29 Desember 2011 lalu, menunjukkan hal itu. Secara
akal, bila tidak ada kasus Sampang, boleh jadi kewaspadaan Ummat Islam
terhadap gerakan Syi’ah yang sudah sedemikian berani dan nekat, tidak
bangkit ke permukaan.
ADA FENOMENA yang
paradoks, ketika Ummat Islam di Suriah dibantai rezim Bashar Assad
(kelahiran Damaskus, 11 September 1965) yang berpaham Syi’ah
Nushairiyah; dibantai di Iran yang merupakan pusatnya paham sesat
Syi’ah, bahkan di Teheran ibukota Iran tidak ada satu pun masjid Sunni
(Ahlus Sunnah wal Jama’ah); di Indonesia yang konon berpaham Ahlussunnah
wal jama’ah ini, para misionaris Syi’ah justru leluasa mempropagandakan
bahwa Syi’ah itu bagian dari Islam, atau merupakan salah satu madzhab
dalam Islam.
Para misionaris Syi’ah itu seolah tidak
terusik oleh fakta kekejaman kalangan Syi’ah di Suriah dan di Iran yang
membunuhi Ummat Islam. Para misionaris itu tetap saja menjajakan
kebohongan bahwa Syi’ah dan ahlussunnah wal jama’ah itu sama-sama Islam
yang layak hidup berdampingan, jangan membesar-besarkan perbedaan,
Syi’ah itu Islam juga, tuhannya Allah, nabinya Muhammad Shallallahu
'Alaihi wa Sallam dan sebagainya. Padahal iblis juga mengakui Allah
adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Namun iblis mengingkari perintah Allah dan
wahyu-Nya yang disampaikan kepada Muhammad Rasulullah Shallallahu
'Alaihi wa Sallam.
Artinya, dari segi tauhid, iblis justru
terlihat lebih baik dari kalangan Ahmadiyah yang menjadikan Mirza Ghulam
Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam; juga lebih baik dari sekte Syi’ah bathiniyah yang mempertuhankan
Ali bin Abi Thalib ra. Salah satu materi bid’ah yang diprakarsai Syi’ah
bathiniyah adalah peringatan maulid Nabi. Di Indonesia, peringatan
maulid Nabi menjadi program “wajib” di kalangan yang menyebut dirinya
ahlussunnah wal jama’ah. Bahkan, mereka tidak hanya ‘mewajibkan’
peringatan maulid, tetapi mencibir Ummat Islam yang menolak peringatan
maulid dengan sebutan wahabi.
Fakta kekejaman penguasa Syi’ah di
Suriah dapat diperoleh dari Wahid Shaqr. Menurut juru bicara Gerakan
Perubahan Nasional Suriah ini, selama satu tahun revolusi Suriah
berlangsung, lebih dari 15 ribu warga sipil muslim Suriah gugur oleh
serangan militer rezim Bashar Assad. Sebelumnya, menurut ustadz Ghiyath
Abdul Baqi Asyuraiqi asal Suriah ketika berkunjung ke Indonesia Februari
lalu, sejak revolusi yang terjadi pada 15 Maret 2011, rezim Syi’ah
Nushairiyah Bashar Assad menghancurkan wilayah pemukiman penduduk Sunni
(Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dengan tank, roket, dan serangan bom.
Bahkan serangan militer yang brutal itu
juga ditujukan kepada sejumlah masjid yang di dalamnya masih berlangsung
pelaksanaan ibadah shalat. Akibat serangan itu, selama satu tahun
revolusi, terdapat belasan ribu Ummat Islam tewas di tangan rezim Syi’ah
ini, sedangkan sekitar 5.000 jiwa lebih lainnya menderita luka-luka
serius hingga ringan.
Masih menurut ustadz Ghiyath Abdul Baqi
Asyuraiqi, Ummat Islam yang lolos dari lubang maut serangan brutal
tersebut, dimasukkan ke dalam penjara. Jumlahnya mencapai 100.000 lebih.
Sebagian lainnya mengungsi ke Lebanon, Turki, Jordan, Arab Saudi dan
negara-negara lainnya, yang jumlahnya mencapai lebih dari 500 ribu jiwa.
Di Suriah, komunitas Syi’ah adalah
minoritas. Ketika mereka menguasai kekuatan politik dan militer, maka
warga Islam Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) yang jumlahnya mencapai 80
persen dari total penduduk Suriah yang mencapai 20 juta jiwa ini pun
menjadi sasaran pembantaian. Menurut catatan, sekitar 10 persen penduduk
Suriah adalah penganut Syi’ah Nushairiyah (yang sedang berkuasa), lima
persen Syi’ah bathiniyah, dan lima persen lainnya penganut Nashrani.
Jadi, kalangan Syi’ah itu tidak perlu
menunggu jadi mayoritas lebih dulu untuk menjadi penguasa di suatu
kawasan, karena dalam posisi sebagai minoritas pun mereka bisa merebut
kekuasaan dari tangan kaum Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). Salah satu
sebabnya, mereka ditopang kekuatan negara-negara kafir yang memusuhi
Islam.
Itulah sebabnya, meski di Indonesia
penduduk berpaham Syi’ah merupakan minoritas, namun mereka terlihat
berani, tidak lagi malu-malu dan tidak lagi berta’qiyah. Kasus Sampang
yang terjadi pada 29 Desember 2011 lalu, menunjukkan hal itu. Kalau
tidak ada kasus Sampang, boleh jadi kewaspadaan Ummat Islam terhadap
gerakan Syi’ah yang sudah sedemikian berani dan nekat, tidak bangkit ke
permukaan.
Dari Radio Sampai UIN IAIN
Gerakan Syi’ah tidak melulu berupa
program terstruktur dari sebuah lembaga berbadan hukum yang jelas-jelas
menyatakan dirinya Syi’ah, tetapi bisa disisipkan di lembaga-lembaga
yang terlanjur diidentifikasi sebagai lembaga bukan Syi’ah oleh
masyarakat. Misalnya, di Radio Silaturahim (Radio Rasil) yang memposisikan diri sebagai radio dakwah Islam, ternyata di sebagian acaranya, ada propaganda paham sesat Syi’ah. Terutama acara yang dibawakan oleh ustadz Husen Alatas dan ustadz Zen Al-Hady.
Di sejumlah masjid yang secara kultural lebih dekat ke NU (Nahdlatul Ulama), ada kalanya bisa ditemukan materi khotbah Jum’at
yang mengandung propaganda paham sesat Syi’ah, dan hal tersebut tidak
disadari oleh jama’ah maupun pengurusnya. Begitu juga dengan televisi RI maupun
swasta, karena pemilik dan pengelola program keagamannya awam, maka
mereka seringkali tidak menyadari sedang ditunggangi oleh para
misionaris Syi’ah untuk mengkampayekan paham sesat Syi’ah. Bahkan TVRI
beberapa tahun yang lalu pernah kecolongan selama Ramadhan menyiarkan
materi Syi’ah, sehingga pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia) menurut
salah seorang ketua MUI, menyatakan keberatannya.
UIN alias IAIN yang selama ini suka
disebut sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang juga melahirkan
paham liberal bahkan neo-komunisme, juga bisa dirasakan adanya gerakan
Syi’ah di dalamnya. Misalnya, melaui sejumlah disertasi maupun
tesis yang berbau Syiah. Bahkan, ada disertasi dan tesis yang justru
mempromosikan konsep Nikah Mut’ah ynag sudah diharamkan Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Misalnya, salah satu tesis karya
Munawar, SHI dari IAIN/UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 13 Desember 2006,
berjudul Nikah Mut’ah Sebuah Alternatif Solusi Perzinaan. Dari UIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta, setidaknya bisa ditemui belasan karya tulis (tesis
dan disertasi) yang berbau Syi’ah. Di UIN Alaudin Makassar, bisa
ditemui sekitar lima karya tulis yang berbau Syi’ah. (lihat,
Astaghfirullah… Sejumlah disertasi dan tesis di UIN IAIN Indonesia berbau Syiah, bahkan ada yang promosi Nikah Mut’ah)
Menurut informasi Nugon di suatu milis
yang anggotanya para intelektual Muslim di dalam negeri maupun luar
negeri, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada masa tertentu yang
namanya tesis atau skripsi harus cenderung kepada paham Mu’tazilah,
Syi’ah atau Sepilis. “Kalau lurus, lempeng, ndak laku, sulit di-approved
untuk diuji, dan sulit lulus. Koko ane dulu mengajukan skripsi yang
cukup brilian menurut ane, yaitu perbandingan Shakespeares vs Dongeng
1001 Malam. Mau dibedah dari segi sastra. Tapi lama sekali tidak
ditanggapi oleh dosen pembimbingnya. Walhasil terpaksa ganti haluan,
cari topik skripsi yang ringan-ringan, baru di-approved.”
Di UIN Alaudin Makassar, konon tokoh
Syi’ah Jalaluddin Rakhmat menempuh program untuk gelar doctor di sana,
namun diprotes oleh para tokoh Islam. Maka dalam wisuda ke-61 periode
Desember 2011, yang berlangsung pada hari Kamis tanggal 29 Desember
2011, di Auditorium UIN Alauddin Rektor UIN Alauddin, Prof Dr H A Qadir
Gassing HT MS, menjelaskan, UIN Alaudin Makassar tidak memberi gelar
doktor kepada Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal), namun Kang Jalal sendiri
yang mendaftar secara resmi melalui program doktor by research.
Sikap petinggi UIN Alaudin Makassar yang
toleran dan akomodatif terhadap Jalaluddin Rakhmat yang selama ini
jelas-jelas berpaham Syi’ah menunjukkan bahwa gerakan Syi’ah memang
berani dan terang-terangan. Selama ini Jalaluddin Rakhmat melalui
sejumlah tulisannya mengkafirkan sahabat Nabi.
Misalnya, dalam Buletin al Tanwir
Yayasan Muthahhari, IJABI Jabar bekerjasama dengan IJABI Sulsel, Edisi
Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H. hal. 3, Kang Jalal mengatakan
bahwa para sahabat merobah-robah agama. Di halaman berikutnya, Kang Jalal mengatakan bahwa para sahabat murtad.
Sedangkan melalui tulisannya berjudul
Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan), Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2008. hal. 24, Kang Jalal mengatakan bahwa Muawiyah tidak hanya fasik bahkan kafir, tidak meyakini kenabian. Kemudian di halaman 73, Kang Jalal mengatakan bahwa ia (Muawiyah) bersama dengan Abu Sufyan dan Amr bin ash telah dilaknat oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
***
Begitulah faktanya, ketika Ummat Islam
di Suriah dibantai rezim Syi’ah, ketika Ummat Islam di Iran dibantai dan
mengalami perlakuan diskriminatif oleh para penguasa Syi’ah, sementara
itu di Indonesia misionaris Syi’ah leluasa menjajakan paham sesatnya di
radio, suratkabar, televisi, hingga ke perguruan tinggi. Ketika
tokoh-tokoh penyesat bepaham sesat Syi’ah kian berani, pantaskah tokoh Islam ahlussunnah wal jama’ah justru cari aman, pura-pura tidak tahu, atau justru berbalik arah mendukung Syi’ah? (Oleh: Hamzah Tede dan Hartono Ahmad Jaiz-Sumber)
Syi'ah Bukan Islam, tapi Ordo Sesat! Kesesatannya Diakui Ulama Dunia, MUI, NU & Depag
YOGYAKARTA
(voa-islam.com) - Majelis Mujahidin (MM) menyesalkan pernyataan oknum
pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Umar Syihab yang menuntut
diakui eksistensinya sebagai penganut agama Islam. Pernyataan ini
memperkeruh suasana dengan mendompleng insiden Sampang (29/12/2011)
sebagai momentum untuk merehabilitasi kesesatan ordo Syi’ah. Demikian
rilis MM yang diterima voa-islam.com, Kamis (5/1/2012).
“Kasus pembakaran padepokan ordo Syi’ah
oleh warga masyarakat Nangkerang, Sampang, Madura, digunakan sebagai
momentum rehabilitasi kesesatan Syi’ah oleh tokoh-tokoh Syi’ah di
Indonesia. Dalam kasus ini, Syi’ah memposisikan diri sebagai pihak yang
teraniaya dan dizalimi, bukan saja oleh umat Islam tapi juga Negara,”
ujar Majelis Mujahidin dalam rilis yang ditandatangani oleh Al-Ustadz
Muhammad Thalib (Amir), Irfan S. Awwas (Ketua), dan M. Shabbarin Syakur
(Sekretaris).
Sebagai sebuah ordo agama, jelas Thalib,
Syi’ah dinyatakan sesat dan bukan bagian dari Islam, karena keyakinan
serta doktrinnya yang menghina Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan
para shahabat. Indoktrinasi Syi’ah menyatakan bahwa: Imam Syi’ah maksum
dan derajatnya lebih tinggi dari Rasulullah, Al-Qur’an yang ada sekarang
palsu, para shahabat Nabi semuanya pendusta karena itu semua hadits
shahih dalam kitab hadits kaum Muslimin dianggap palsu. Dan mereka
menganggap para khalifah selain Ali karramallahu wajhah adalah para perampas kekuasaan kekhalifahan. Dan yang paling menjijikkan, mereka melakukan mut’ah alias kawin kontrak.
Oleh karena itu, lanjut Thalib, para
ulama Islam sepakat memvonis Syi’ah bukan Islam. Di antara ulama besar
yang menyatakan demikian adalah: Imam Ahmad bin Hambal, Imam Malik, Imam
Syafi’i, Al-Bukhari, Abu Hamid Muhammad Al-Muqaddasi, Ibnu Katsir, Ibnu
Taimiyah dll. Abu Zur’ah Ar-Razi mengatakan: “Bila Anda melihat
seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam, maka ketahuilah orang tersebut adalah zindiq. Karena
ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Selain itu, Majelis Mujahidin juga
mengungkap konsensus lembaga dan ormas Islam Indonesia yang menyatakan
bahwa ajaran Syi’ah sesat dan menyesatkan. Rakernas MUI 4 Jumadil
Akhir 1404 H/7 Maret 1984 M di Jakarta, MUI telah merekomendasikan
perlunya umat Islam bangsa Indonesia waspada terhadap menyusupnya paham
Syi’ah yang memiliki perbedaan-perbedaan pokok dengan ajaran Islam Ahlu
Sunnah (pengikut Qur’an dan Sunnah).
PBNU pernah mengeluarkan surat resmi
Nomor: 724/A. II. 03/10/1997, 12 Rabiul Akhir 1418 H/14 Oktober 1997 M
yang ditandatangani Rais Aam KH. M. Ilyas Ruhiat dan Katib Aam KH. M.
Drs. Dawam Anwar. Mengingatkan kepada bangsa Indonesia agar tidak
terkecoh oleh propagandis-propagandis Syi’ah, dan perlunya umat Islam
bangsa Indonesia mengetahui perbedaan prinsipil ajaran Syi’ah dengan
Islam.
Departemen Agama RI (sekarang Kemenag
RI) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: D/BA. 01/4865/1983, 5
Desember 1983 tentang, “Hal ihwal Mengenai Golongan Syi’ah” menyatakan
bahwa ajaran Syi’ah tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran
Islam.
Karenanya, Majelis Mujahidin menegaskan
bahwa Syi’ah adalah bukan Islam tapi ordo sesat, dan orang yang
menyatakan Syi’ah tidak sesat, berarti dia adalah orang sesat. “Bahwa
Syi’ah bukan dari golongan Islam. Siapa saja yang tidak menganggap
Syi’ah sesat berarti dia sesat,” ujar Thalib. [Desastian - Sumber]
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar mu sob !!!